Catatan Hari Pariwisata Sedunia (Menunggu Sentuhan Entrepreneurship )

Tahun ini, dalam peringatan hari pariwisata sedunia, 27 September, yang dipusatkan di Tiongkok, United Nations World Tourism Organization (UNWTO) menetapkan tema tourism and biodiversity. Fokus pemikiran tersebut merupakan kelanjutan dari tema tahun sebelumnya yang juga memberikan penekanan kepada aspek keberagaman, tourism celebrating diversity, dan mendukung pencanangan 2010 oleh PBB sebagai tahun keanekaragaman hayati. Tentu, tema tersebut diharapkan tidak hanya manis di atas kertas yang tidak menggugah.
Di Indonesia, fokus tema peringatan hari pariwisata tersebut sangatlah relevan. Sejak tahun lalu, aspek keberagaman menjadi perhatian UNWTO dan masyarakat pariwisata di seluruh dunia. Indonesia dikenal tidak hanya beraneka ragam latar belakang masyarakatnya, namun juga memiliki keberagaman yang kaya dalam hal biodiversity.

Keanekaragaman jelaslah menjadi suatu daya tarik yang memikat, yang membuat manusia dapat melihat sudut pandang dan objek yang berbeda, yang tidak monoton nan membosankan. Itulah mengapa PBB selaku pengayom masyarakat global mengajak untuk menjaga dan mensyukuri keanekaragaman.

Dua tema terakhir peringatan hari pariwisata sedunia adalah massive terkait Indonesia. Dengan kata lain, sumber daya yang ada di Indonesia kontekstual dengan kebutuhan industri pariwisata yang sustainable dan berpotensi mengakuisisi pasar wisatawan dari berbagai negara. Namun, fakta masih menampakkan hal yang kontras, paling tidak jika dibandingkan dengan dua negara tetangga yang menjadi primadona destinasi wisata outbound WNI: Malaysia dan Singapura.

Malaysia, negara bekas British Malaya yang menurut banyak analis dalam ne­geri bekerja keras mencari jati dirinya itu, dengan nilai tradisi yang tidak sekaya Indonesia bisa mencuat dan berkiprah gilang-gemilang di sektor pariwisata. Malaysia tahu persis kelemahannya dan berupaya untuk mencari, menemukan, dan mem-blow up (merekayasa) dengan dimensi lain yang juga memikat yang untuk selanjutnya kepariwisataan seni dan budaya menjadi penopang.

Singapura pun demikian. Meski penduduknya homogen (etnis Tionghoa), mereka bangga dengan kepariwisataan budaya yang menjadi penopang sektor utama turisme bidang shopping dan MICE (meeting, incentive, conference, exhibition). Dalam industri showbiz misalnya, Singapura punya ratusan even dalam satu tahun. Salah satu keunggulan mereka adalah penekanan kepada harga paket yang murah yang di dalamnya tiket penerbangan PP, akomodasi, dan aktivitas pre-event serta post-event.

Biodiversity

Dalam pemasaran pariwisata, Indo­nesia memakai country brandingIndonesia the Ultimate in Diversity”. Keanekaragaman menjadi keunikan dan nilai jual tersendiri dalam industri kepariwisataan global. Keanekaragaman hayati Indonesia yang sering disebut-sebut terkaya kedua di dunia setelah Brazil menjadi atraksi wisata yang relevan, khususnya untuk paket wisata nature tourism, nature-based tourism, resource-based tourism, adventure tourism, eco tourism, dan heritage tourism. Nature tourism mencakup berbagai daya tarik wisata dan aktivitas untuk meningkatkan pengalaman pribadi wisatawan tersebut. Walaupun tujuan wisata setiap orang berbeda, mereka semua tertarik kepada satu hal, yaitu memperluas wawasan pribadi mereka masing-masing.

Namun, kerap di lapangan biaya untuk melakukan perjalanan wisata menikmati kekayaan hayati dalam negeri itu dinilai mahal untuk kantong wisatawan domestik. Dampaknya, warga dalam negeri lebih memprioritaskan destinasi wisata yang dengan biaya minim dapat menjangkau berbagai wilayah, khususnya di luar negeri.

Seorang traveler yang berdomisili di Jakarta menceritakan, dengan total biaya Rp 2.122.831 selama sepuluh hari menempuh perjalanan wisata sepuluh kota di Thailand (dengan biaya Rp 896.100), Malaysia (dengan biaya Rp 859.931), dan Singapura (dengan biaya Rp 366.800). Rute perjalanan yang ditempuh sebagai berikut: Jakarta-Bangkok dengan menggunakan pesawat, Bangkok-Phuket-Krabi-Hat Yai-Penang-Ipoh-Kuala Lumpur-Genting Highlands-Melaka-Singapura melalui jalan darat menggunakan bus atau minivan, dan Singapura-Jakarta menggunakan pesawat (Kaunang, 2009).

Padahal, sebagaimana pernah diberitakan di media, dengan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia seperti 17.504 pulau, 491 grup etnik, serta 764 bahasa, Indonesia termasuk negara tujuan wisata termurah di dunia. Bahkan, pada ahun 2007, negeri ini sempat me­nempati posisi pertama (Media Indonesia, 2/10/ 09). Aspek lain terkait bottleneck rendahnya ketertarikan warga dalam negeri untuk melakukan perjalanan wisata menikmati kekayaan hayati tersebut adalah minimnya informasi dan pengetahuan destinasi wisata yang menyajikan atraksi kekayaan hayati.

Kekayaan hayati di Indonesia beserta pluralitas masyarakat, adat-istiadat, seni budaya, dan kearifan-kearifan lokal perlu semakin didorong dengan sentuhan entrepreneurship yang mampu mengemas sumber daya tersebut menjadi komoditas yang memiliki nilai tambah, berdaya saing, dan lebih bernilai jual. Karena itu, yang terpenting saat ini bukan lagi apa yang dijual, karena sudah jelas kekayaan yang dimiliki Indonesia, tetapi bagaimana cara menjualnya.

Malaysia, Singapura, dan Thailand telah menunjukkan, dengan keterbatasan dan homogenitas bisa mendulang kesejahteraan. Apalagi, Indonesia dengan banyak produk yang mencerminkan pluralitas, sepantasnya dan seharusnya tidak mengalami kebingungan akan apa yang dijual, ditawarkan, dan dijan­jikan kepada wisatawan. (*)

Sumber : Jawa Pos (Opini)  Senin, 27 September 2010 ]


Oleh:  Dewa Gde Satrya, dosen Tourism & Hotel Management, Universitas Ciputra
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment